Jakarta, 24 Juli 2025 | Mantan Menteri Perdagangan sekaligus ekonom kenamaan Thomas “Tom” Lembong kembali menjadi sorotan publik, bukan kali ini karena kebijakan atau riset ekonominya, melainkan karena pernyataan keras yang ia lontarkan usai menerima vonis hukum dalam perkara yang tengah membelitnya. Dalam konferensi pers usai persidangan, Tom Lembong dengan lantang menyatakan akan melawan putusan tersebut melalui jalur hukum, sembari menyentil tajam tentang “ekonomi kapitalis yang menggerus keadilan hukum.”
Pernyataan ini sontak menuai reaksi luas, baik dari kalangan hukum, aktivis ekonomi alternatif, hingga elite politik nasional.

Kronologi Kasus: Vonis yang Menyulut Api Perlawanan
Tom Lembong diketahui tengah menjalani proses hukum atas dugaan pelanggaran perdata dalam transaksi investasi yang menyeret sejumlah korporasi besar dan nama pejabat lama. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa ia terbukti secara hukum melakukan wanprestasi dalam kerja sama yang menyebabkan kerugian salah satu mitra bisnisnya.
Vonis menyebutkan bahwa Tom harus membayar ganti rugi materiil senilai Rp42 miliar, beserta kompensasi moral yang nilainya akan ditentukan dalam sidang lanjutan.
Namun Tom, dalam pernyataannya, menolak keras putusan tersebut dan menyebut proses hukum yang dijalani sebagai bentuk pembungkaman ide dan kontrol terhadap suara-suara kritis terhadap model ekonomi yang timpang.
Pernyataan Mengejutkan: “Ekonomi Kapitalis Adalah Akar Represi Sistemik”
Dalam nada yang lebih filosofis ketimbang defensif, Tom Lembong tidak hanya memprotes putusan, tetapi menyeret isu ekonomi-politik global ke dalam narasi perlawanan hukumnya.
“Ini bukan sekadar tentang saya. Ini tentang bagaimana sistem ekonomi kapitalis telah merusak nalar keadilan. Hukum jadi alat kuasa, bukan pengayom. Saya akan lawan, bukan demi nama pribadi, tapi demi kebenaran sistemik,” ujar Tom di hadapan puluhan wartawan.
Kalimat itu kemudian viral di media sosial dan memicu tagar #LawanKapitalismeHukum serta #KeadilanUntukTom di platform X (dulu Twitter) dan Instagram.
Reaksi Publik dan Elit: Dukung, Kritik, dan Netralitas
Respons terhadap sikap Tom Lembong terbagi dalam tiga kutub:
- Pendukung
Sejumlah tokoh ekonomi progresif dan aktivis HAM menyebut Tom sebagai “martir keadilan” yang tengah melawan sistem hukum yang telah lama dipengaruhi modal dan oligarki. - Kritikus
Di sisi lain, para pengamat hukum menyayangkan sikap Tom yang dianggap “mengalihkan isu substansi hukum dengan retorika politis.” “Kalau memang tak setuju, ajukan banding. Jangan menyeret kapitalisme ke semua hal,” ujar Prof. M. Rizal, Guru Besar Hukum UI. - Netral
Beberapa tokoh senior di lingkaran ekonomi justru menilai bahwa pernyataan Tom merupakan alarm penting untuk merefleksikan kembali relasi antara hukum dan modal dalam sistem Indonesia saat ini.
Analisis Hukum: Apakah Kritik Sistemik Bisa Jadi Alat Pembelaan?
Secara yuridis, proses banding tetap terbuka untuk Tom Lembong. Namun dalam praktiknya, mengaitkan perlawanan terhadap vonis dengan sistem ekonomi bisa menjadi pedang bermata dua.
Pengacara senior, Hotman Panjaitan, menyebut bahwa pendekatan pembelaan berbasis ideologi ekonomi seperti ini “berisiko kabur dari substansi.”
“Hakim tidak menilai sistem ekonomi. Hakim menilai fakta hukum. Retorika kapitalisme bisa jadi panggung opini, tapi tak bisa jadi dasar hukum banding,” tegasnya.
Meski begitu, Hotman menambahkan bahwa secara sosial, pernyataan Tom bisa menjadi pintu pembuka diskusi nasional soal keadilan distribusi kekuasaan ekonomi dan akses hukum.
Akankah Tom Lembong Ajukan Banding? Ini Strategi Hukumnya
Dalam jumpa pers terpisah, tim kuasa hukum Tom Lembong mengonfirmasi bahwa mereka tengah menyusun dokumen banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, dengan menyertakan bukti baru dan pendalaman terhadap substansi perjanjian bisnis yang disengketakan.
“Kami tak hanya membantah kesalahan prosedur, tapi juga mengajukan uji sahih terhadap konstruksi perjanjian yang dimanipulasi untuk kepentingan sepihak,” ujar kuasa hukumnya, Anita Kartika, SH, MH.
Langkah ini dinilai penting untuk menentukan apakah vonis terhadap Tom sekadar pertimbangan formal, atau memang berdasar pada pelanggaran serius dalam aspek perdata.
Tom Lembong, Kapitalisme, dan Tafsir Ulang Hukum Publik
Kasus hukum yang menjerat Tom Lembong berkembang melampaui persoalan ganti rugi. Dengan menyentil soal ekonomi kapitalis, Tom tidak hanya membela dirinya, tetapi juga memancing perdebatan besar tentang relasi antara hukum, kekuasaan, dan modal.
Apakah sistem peradilan Indonesia cukup netral terhadap kekuatan ekonomi? Apakah hukum bisa sepenuhnya steril dari tekanan kapital?
Waktu akan menjawab. Tapi satu hal pasti, perlawanan Tom Lembong telah membuka wacana hukum ke medan yang lebih luas daripada ruang sidang.
BACA ARTIKEL LAINNYA DISINI>>> https://walhiyogya.or.id