Pendidikan Belum Merata, Fraksi Golkar Soroti Distribusi Dana yang Tak Seimbang

Jakarta, Indonesia – Dalam forum resmi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ketua Fraksi Partai Golkar angkat suara terkait isu krusial dalam pembangunan bangsa: anggaran pendidikan dan ketimpangan mutu pendidikan antarwilayah. Ia menyoroti bahwa meskipun alokasi dana pendidikan telah mencapai 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana diamanatkan konstitusi, kenyataannya pemerataan kualitas pendidikan masih jauh dari ideal.

Fokus Golkar: Pemerataan Bukan Sekadar Angka

Dalam pernyataannya di hadapan sidang gabungan MPR dan perwakilan kementerian terkait, Ketua Fraksi Golkar menyampaikan bahwa masalah utama bukan hanya soal besaran anggaran, tetapi bagaimana distribusinya mampu menjangkau hingga ke pelosok tanah air. Ia menegaskan bahwa banyak daerah tertinggal masih kesulitan mendapatkan akses pendidikan yang layak, baik dari sisi infrastruktur, tenaga pengajar, maupun materi pembelajaran digital.

“Kita tidak bisa terus menerus bangga pada angka 20 persen APBN untuk pendidikan, jika pada praktiknya guru di pelosok masih kekurangan fasilitas, dan murid-muridnya tertinggal dari pusat,” tegasnya.

Anggaran Besar, Tapi Ketimpangan Masih Nyata

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pendidikan, alokasi dana pendidikan nasional pada 2024 telah melampaui Rp 660 triliun. Namun, dari besaran tersebut, distribusinya masih banyak menumpuk di wilayah perkotaan dan institusi unggulan.

Ketua Fraksi Golkar memaparkan bahwa ketimpangan antara sekolah di perkotaan dan pedesaan bahkan semakin lebar, terutama dalam hal akses terhadap internet, perangkat TIK, pelatihan guru, serta pengembangan kurikulum berbasis lokal.

Dorongan Reformasi Anggaran: Bukan Sekadar Serapan, Tapi Efektivitas

Dalam forum tersebut, Fraksi Golkar mendorong pemerintah untuk mengadopsi pendekatan berbasis kinerja dan dampak dalam alokasi anggaran pendidikan. Artinya, penyaluran dana harus berdasarkan kebutuhan spesifik tiap daerah, bukan sekadar pembagian administratif.

Usulan itu mencakup:

  • Dana afirmasi lebih besar untuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar)
  • Kebijakan insentif bagi guru yang bersedia ditempatkan di daerah minim SDM
  • Investasi infrastruktur digital dan pelatihan pedagogi adaptif berbasis teknologi

Kolaborasi Pusat-Daerah Jadi Kunci Pemerataan Pendidikan

Fraksi Golkar di MPR juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan atau ketidaksesuaian implementasi. Ia mencontohkan beberapa provinsi yang tidak optimal dalam menyerap Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan akibat lemahnya perencanaan teknis.

“Kita butuh semangat gotong royong dalam membangun pendidikan nasional. Jangan sampai pemerintah pusat bergerak sendiri, sementara daerah hanya menonton,” ungkapnya.

Pentingnya Penguatan Lembaga Pendidikan Vokasi dan Guru

Selain menyoroti aspek anggaran dan pemerataan, Ketua Fraksi Golkar juga mengingatkan bahwa pendidikan vokasi dan guru adalah dua elemen yang harus diperkuat secara bersamaan.

Indonesia dinilai masih kekurangan tenaga kerja terampil di sektor industri, dan sistem pendidikan vokasi belum sepenuhnya menjawab kebutuhan dunia kerja. Oleh karena itu, Golkar mendorong agar anggaran tidak hanya fokus pada pendidikan akademik, tetapi juga peningkatan kualitas SMK, politeknik, dan BLK (Balai Latihan Kerja).

Tak kalah penting, ia menyoroti kesejahteraan dan kompetensi guru. Masih banyak guru honorer yang gajinya belum layak dan kurang mendapat pelatihan yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Pendidikan Harus Menyentuh Semua Lapisan

Pernyataan Ketua Fraksi Golkar di MPR tersebut menjadi pengingat keras bahwa keadilan pendidikan tidak boleh hanya menjadi slogan. Di tengah besarnya anggaran negara yang dikucurkan untuk sektor pendidikan, upaya memastikan manfaatnya terasa merata di seluruh penjuru Nusantara adalah tantangan nyata.

Jika dikelola dengan pendekatan yang berbasis kebutuhan dan kolaboratif, bukan tidak mungkin mimpi tentang pendidikan yang inklusif dan merata bisa benar-benar terwujud. Seperti yang diungkapkan Ketua Fraksi Golkar:

“Tugas kita bukan hanya membangun sekolah, tapi membangun masa depan.”

BACA ARTIKEL LAINNYA DISINI>>> https://walhiyogya.or.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *